Pernahkah Anda meluangkan waktu untuk berpikir tentang seberapa besar kita menghargai diri sendiri? Sudahkah kita benar-benar jujur terhadap penilaian kita?

Tentang ‘menghargai diri sendiri’ masih merupakan pemikiran yang belum terlalu lazim dilakukan secara merata di Indonesia. Contoh kecil saja, pasti banyak di antara kita yang semasa kecil pernah punya pengalaman seperti ini :

Suatu hari di ‘tanggal tua’, tetangga kita hajatan, lalu datanglah kiriman nasi kuning lezat namun hanya cukup untuk 2 orang. Ibu kita menyuruh kita makan berdua dengan adik. “Makanlah Nak, Ibu masih kenyang”. Kita tidak menyadari kalau sebenarnya ‘Ibu belum makan.’

Sebenarnya keputusan sang Ibu untuk mengorbankan nafsu makannya adalah sangat mulia. Saya tidak mengatakan bahwa pemikiran seperti ini salah, namun jika kondisi seperti itu dibiarkan terus terjadi tanpa ada pembicaraan perencanaan tentang masa depan (bersama anak-anak juga, tentunya) maka suatu saat akan terjadi ketimpangan. Awalnya dalam cara berpikir, lalu berkembang menjadi ketimpangan kebutuhan. Kondisi yang jarang dipikirkan adalah : di tanggal-tanggal muda, ketika uang sebenarnya cukup untuk membeli kebutuhan dan sedikit menabung, apa yang sebaiknya kita lakukan?

Bayangkan jika saat keuangan sedang cukup, atau bahkan lebih, kita selalu habiskan untuk jalan-jalan, membeli mainan, memberi uang jajan ekstra, dengan alasan ‘ingin membahagiakan anak’. Tidak jarang, resiko hidup datang bertubi-tubi. Ini fakta. Misalnya, suami terkena stroke. Kantor tidak dapat memberikan gaji full atau bahkan dipecat sebab suami pun tak dapat masuk kerja selama berbulan-bulan. Di saat yg sama, si anak sulung sudah harus bayar uang masuk perguruan tinggi. Anak kedua pun waktunya bayar uang pangkal masuk SMA. Belum lagi kesehatan sang istri turun drastis. Maagnya selalu kambuh karena lelah merawat suami yang stroke. Suami pun tidak menunjukkan perbaikan kesehatan karena terapi yang sering tidak dijalani karena alasan keuangan. Akhirnya ia pun meninggal dunia, dan pemasukan untuk keluarga benar-benar nol.

Barulah kita menyadari kalau sebenarnya kita bisa menyisihkan uang secara rutin ke dalam sebuah pos yang bernama asuransi jiwa.

Hal seperti itu tak perlu menimpa rumah tangga kita jika kita mampu memperbaiki pola berpikir kita untuk lebih bijak. Miliki sebuah rencana keuangan keluarga, terapkan kedisiplinan terutama pada anak, dan mempeoteksi income sedini mungkin, dalam bentuk asuransi jiwa.

Allianz dapat memberikan solusi yang baik untuk hal ini. Silakan membuka artikel tentang sejarah dan perkembangan perusahaan Allianz di dunia.

Lalu mungkin Anda jadi bertanya, “Tapi seberapa besarkah nilai pertanggungan yang harus saya miliki?” Jawabannya kembali kepada kebutuhan hidup dan besarnya daya menabung kita masing-masing. Sebuah teori yang baik adalah dengan mengkalkulasikan semua kebutuhan hidup kita dalam setahun, lalu dikalikan 5. Sebesar itulah UP (Uang Pertanggungan) yang ideal. Mengapa 5 tahun? Karena 5 tahun adalah kurun waktu yang dianggap cukup untuk membuat penyesuaian (coping up) dalam anggaran rumah tangga yg anggota keluarganya, terutama si pencari nafkah, terkena resiko berat. Sisi baiknya adalah, dengan jumlah uang yang diberikan oleh Allianz, kita bisa mengalokasikan dana tersebut agar anak-anak tetap lanjut di sekolah idamannya, sang Ibu bisa tetap hidup dengan layak sejahtera, dan sang ayah bisa menjalani semua terapi tanpa merisaukan pos keuangan mana yang harus dikorbankan.

Jadi sekarang pilih yang mana? Mau ‘mendahulukan kebahagiaan anak’ dengan cara lama (rutin mentraktir anak dengan hal yang tidak bertahan lama) yang malah berujung kerugian, bahkan tak jarang anak pun harus cepat mencari kerja karena terpaksa memikul beban keluarga. Atau Anda memiliki cara pandang baru yang membuahkan hasil dan dapat membahagiakan seluruh keluarga?

Apakah ‘saklek’ besar UPnya harus segitu? Tentu kita bisa mencapainya secara bertahap. Selalu mulai dengan angka yg kita mampu, namun perlu diingat bahwa kita masih harus mencapai angka UP ideal tersebut.

Sampai di sini, saya sangat menyarankan Anda untuk melirik kegiatan bisnis franchise yang kami lakukan dengan bahagia bersama Gemah Ripah Indonesia. Mengapa? Sebab hasilnya sangatlah terukur, percepatan incomenya sudah banyak terbukti, dan perspektif kita tentang bagaimana cara menghargai diri kita, pasti akan berubah menjadi lebih baik.

Kita semua sangat berharga. Mari kita sama-sama menyongsong masa depan yang makmur dan sejahtera bersama!

Kontributor
Lea Simanjuntak (https://www.instagram.com/leasimanjuntakofficial/)