Beberapa tahun terakhir, rasanya menjadi seorang entrepreneur terlihat lebih “keren” daripada pegawai. Bergelar “Founder” atau “CEO” terdengar lebih asik dibanding “Manager” atau bahkan “VP” sekalipun.
Yang jadi pertanyaan, kira-kira apa ya alasan orang berlomba-lomba menjadi entrepreneur?
Ada banyak alasan kenapa entrepreneur tampaknya lebih menjanjikan. Tapi di artikel kali ini, saya hanya akan membahas 2 aspek.
Time Freedom
Sebagai seorang mantan pegawai, yang paling diinginkan tentunya adalah time freedom. Kalau dulu bekerja lembur sampai tengah malam, tak jarang weekend pun masuk, ijin cuti juga sulit, rasanya waktu benar-benar dihabiskan hanya untuk bekerja.
Hari berganti minggu, berganti bulan, berganti tahun. Tanpa disadari ternyata sudah belasan atau bahkan puluhan tahun melewatkan banyak waktu bersama keluarga hanya untuk urusan kantor.
Bedanya dengan entrepreneur, sepertinya jauh lebih mudah mengatur waktu, bisa bekerja di mana saja, dan ga perlu ijin boss untuk cuti.
Percepatan Income
Saat menjadi pegawai, kenaikan income 10% per tahun rasanya sudah sangat bagus ya. Di masa-masa pandemi seperti ini malah tidak sedikit perusahaan yang memotong gaji karyawannya.
Sedangkan untuk entrepreneur, tampaknya percepatan income ada di tangan sendiri. Semakin cepat bisnis berkembang, semakin cepat juga income bertumbuh.
Lalu, apakah setelah menjadi seorang entrepreneur, tiga hal tersebut bisa berjalan sesuai ekspektasi?
Baik, mari kita bahas satu persatu:
Time Freedom :
Saat menjadi entrepreneur kita bebas mengatur waktu & bisa bekerja di mana saja. Tapi kenyataannya, saat menjadi entrepreneur justru ternyata harus bersedia bekerja Senin – Minggu, karena konsumen juga bisa datang saat weekend.
Operasional pun harus berjalan dari pagi sampai malam. Belum lagi, sebagai Founder harus memikirkan marketing, produksi, distribusi, transportasi, bahkan sampai urusan karyawan yg keluar masuk semau sendiri.
Jadi apa benar menjadi entrepreneur artinya memiliki time freedom?
Percepatan Income : Memang benar bahwa dengan menjadi entrepreneur, percepatan income ada di tangan sendiri. Tidak perlu persetujuan bos untuk naik gaji. Tapi jangan salah, untuk menaikkan omset, kita pun perlu tambahan modal lagi.
Biaya marketing (endorse influencer, pasang IG Ads, mengadakan giveaway, dll), biaya riset, biaya tempat dan operasional kalau mau menambah cabang, dan masih banyak biaya lainnya.
Berdasarkan data, besaran profit yang kita dapatkan adalah 30% per tahun. Yang artinya, kita perlu modal 1 Milyar untuk mendapatkan income 25 juta per bulan. Kalau mau naik menjadi 75 juta per bulan, berarti harus menambah modal lagi sampai 3 Milyar.
Sudah punya cukup modalkah untuk mendapatkan percepatan income tersebut?
Jadi, lebih baik menjadi karyawan, dong?
Nah kabar baiknya, di bisnis Allianz, kita tidak perlu menyiapkan modal sebesar itu. Seluruh fasilitas seperti sewa gedung, pegawai, bahkan sistem bisnisnya juga sudah disediakan oleh Allianz. Bisnisnya pun tidak perlu stok. Jadi tidak perlu khawatir akan merugi karena barang tidak laku.
Untuk percepatan incomenya, benar-benar ditentukan oleh kita sendiri tanpa harus terus menerus menyuntikkan modal. Hanya dengan konsisten dan persisten menjalankan aktifitas, income bisa naik ratusan persen dalam hitungan bulan. Tidak perlu juga standby mengurusi operasional dari pagi sampai malam. Media marketing pun sudah disediakan.
Belum ada pengalaman di dunia asuransi? Tenang saja, training tersedia lengkap. Kita hanya perlu membuka hati dan berani mengosongkan gelas untuk terus belajar.
Jadi terserah kamu, mau terus jadi pegawai, atau berani bertaruh modal besar untuk punya bisnis konvensional, atau bergabung di Gemah Ripah Indonesia & menjadi Business Partner Allianz untuk mencapai percepatan income yang sesungguhnya?
Mari kita diskusi! 😀
Kontributor: Alti Intan (https://www.instagram.com/altiintan/)
Recent Comments